Korsel Membatalkan Pembelian Pespur F-15 SE dan Imbasnya Terhadap Indonesia
Pemerintah Korea Selatan nampaknya terpaksa tunduk kepada tekanan publik dalam aksi penolakan pembelian pesawat tempur F-15 SE, terutama pernyataan keberatan dan penolakan dari 15 mantan Kepala Staf Angkatan Udara yang menulis surat kepada Presiden Park Geun - hye, dan juga keberatan anggota parlemen partai yang berkuasa. Para pengeritik menyatakan bahwa pesawat tempur F-15 Silent Eagle dinilai kurang kemampuannya, khususnya kemampuan anti radarnya (stealth).
Korea Selatan menginginkan Angkatan Udaranya (ROKAF) mempunyai pesawat tempur yang dapat menyusup tanpa terdeteksi, untuk membalas serangan jauh kegaris belakang apabila Korea Utara (Korut) melancarkan serangan nuklir. Kim Min-seok menegaskan, ”Angkatan Udara kami berpendapat bahwa kita memerlukan kemampuan tempur dalam menanggapi trend terbaru pengembangan teknologi kedirgantaraan, yang pada intinya adalah jet tempur generasi kelima khususnya dalam menghadapi provokasi dari Korea Utara , ” katanya.
Pada musim semi tahun ini , ketegangan di semenanjung Korea telah meningkat tajam , dimana Pyongyang pernah menyatakan ancaman perang nuklir untuk memprotes sanksi PBB. Pemerintah Korea Selatan sangat khawatir setelah pemerintahan Korea Utara, Kim Jong-un melakukan uji coba peluru kendala balistik. Korea Utara juga diketahui menempatkan beberapa ratus ribu pasukan dengan persenjataan berat di perbatasan dengan Korsel. Memang pesawat Tempur Korut dinilai sudah tua tetapi jumlahnya sangat banyak, sehingga menjadi pertimbangan tersendiri bagi Korsel apabila terjadi konflik.
Selain itu yang menjadi catatan, Korea Selatan tetap waspada karena pada Perang Korea tahun 1950-53, berakhirnya hanya dengan gencatan senjata , bukan berupa sebuah perjanjian damai. Oleh karena itu Korea Selatan terus alert terhadap kemungkinan pecah perang yang sewaktu-waktu akan bisa timbul.
Pada beberapa waktu lalu, saat Korea Utara menyatakan ancaman serangan nuklir, pemerintah Amerika Serikat menanggapi dan mengambil langkah yang sangat serius. USAF mengirimkan pesawat tempur paling canggihnya yaitu, pesawat pembom siluman B-2, pesawat tempur siluman F - 22 dan pesawat pembom B - 52 , dalam latihan dengan Korea Selatan untuk show of force. Kedua pembom tersebut dapat mengangkut bom nuklir.
Dari program anggaran yang disiapkan sebesar US $7.7 milyar, dimana dalam perhitungan harga, Korea Selatan bisa mendapatkan 60 buah F-15 SE, kini dengan akan diulanginya tender baru, yang kemungkinan calon terkuat adalah pesawat tempur generasi kelima F-35A buatan Loockheed Martin atau Typhoon Eurofighter, kemungkinan besar Korsel akan memilih F-35A dibandingkan Eurofighter, karena ikatan erat antara Korsel-AS, dimana AS masih menempatkan 28.500 pasukannya di Korsel.
Para pejabat militer AS mengatakan kekuatan terbesar dari F - 35 , selain mampu menghindari radar, pesawat ini mempunyai kemampuannya untuk memadukan data dari pesawat dan sensor lainnya . Hal ini memungkinkan untuk membantu mengidentifikasi target bagi pesawat tempur lainnya yang bersama-sama beroperasi. Mengingat harganya yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan F-15 SE, kemungkinan Korea Selatan akan mengurangi jumlah pesanan menjadi 40 atau 50 pesawat, atau mempertimbangkan anggaran baru.
Rangkaian pengadaan pesawat tempur terbaru Korea Selatan untuk menekan Korea Utara sejalan dengan kebijakan Jepang yang juga memesan 42 F-35 dari Loockheed. F-35 telah dipesan oleh USAF (Angkatan Udara AS) dan juga beberapa negara diantaranya Belanda, Inggris, Australia , Italia , Norwegia , Turki, Israel dan Jepang.
Berkaitan dengan Indonesia, jelas kebijakan Korea Selatan yang membatalkan keinginannya memiliki F-15 SE akan semakin membuat kerjasamanya dalam proyek IFX/KFX (Indonesia/ Korea Fighter Experiment) yang dinyatakan ditunda menjadi semakin tidak jelas kelanjutannya. Dengan kemungkinan membengkaknya anggaran apabila dipilih F-35 yang harganya jauh lebih mahal, maka kelanjutan proyek IFX/KFX akan menjadi lebih tidak menentu. Jelas Indonesia menjadi negara yang dirugikan. Isyarat penundaan selama sekitar satu-setengah tahun dilayangkan Pemerintahan Park Geun-hye tak lama setelah dirinya terpilih sebagai presiden ke-11 Korea Selatan pada Februari 2013.
Proyek ini menggantung setelah tim Korea-Indonesia menuntaskan tahap pertama, yakni Technology Development, dalam waktu 18 bulan, pada Desember 2012. Proyek diawali dengan tahapan Feasibility Study, dilanjutkan dengan Technology Development, lalu Engineering Manufacturing Development, dan diakhiri dengan Production Phase. Di pihak Indonesia, Kementerian Pertahanan menjadi penanggung-jawab utama atas proyek prestisius yang pernah disebutkan menelan ongkos US$8 milyar.
Pihak Indonesia tetap yakin dan berusaha melanjutkan proyek ini sebatas pada bagian-bagian yang bisa dikerjakan sendiri. Di dalam negeri, program ini dikerjakan tim dari Balitbang Kementerian Pertahanan, BPPT, PT Dirgantara Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan lain-lain. Dalam hal ini nasib Indonesia akan ditentukan oleh Korea Selatan yang masih dipusingkan dalam memilih jet tempur unggulannya.
Kini kita akan melihat sebuah perlombaan pemilikan pesawat-pesawat tempur generasi kelima, dimana beberapa negara di kawasan Asia Pasifik pada umumnya sudah memesan F-35 untuk memperkuat pertahanan udaranya. Sementara ini dengan memiliki Sukhoi 27/30, dilihat dari balance of power, saat ini AU Indonesia masih yang terbaik di Asia Tenggara, termasuk apabila dibandingkan dengan Australia.
Oleh karena itu nampaknya sebagai sekutu AS, Korea Selatan dan Australia nampaknya akan berusaha memiliki F-35 dimasa mendatang. Kita berharap ekonomi Indonesia membaik, dan suatu saat kita bisa memiliki Sukhoi-35 dan bahkan mungkin Sukhoi T-50 PAK-FA. Pesawat tempur yang jauh lebih murah harganya dibandingkan generasi lima lainnya, tetapi teknologinya lebih hebat. Who knows?
0 komentar:
Posting Komentar