Ideologi Korea Selatan
- Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
- Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
- Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
- Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai hal yang cenderung disalahgunakan, dan karena itu, sejauh mungkin dibatasi.
- Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian besar individu berbahagia. Walau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal. Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat atau rezim diukur dari seberapa tinggi indivivu berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya.
Sejarah Korea Selatan membuktikan bahwa
pemerintahan yang otoriter itu mempunyai banyak faktor pendukung, secara
internal maupun eksternal. Dominasi yang kokoh dari militer serta
hasrat untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi pada akhirnya memaksa
rakyat memahami dan menerima pemerintahan yang otoriter. Apalagi secara
eksternal Korea Selatan dihadapkan pada bahaya agresi dari Korea Utara
dan Cina, sehingga untuk waktu hampir 40 tahun pemerintahan Korea
Selatan yang otoriter sepertinya memperoleh legitimasi walaupun hal itu
bisa disebut sebagai legitimation by default (Han, 1990).
Penelusuran kita akan sejarah kontemporer
Korea Selatan menunjukkan bahwa sejak 1948 di bawah pemerintah Presiden
Sygman Rhee (first republic) karakteristik pemerintahan yang otoriter
itu begitu menonjol, dan ini diteruskan oleh pemerintahan Presiden Park
Chung Hee tahapan kedua yang konon melakukan reformasi tetapi ternyata
tetap otoriter (1973- 1979), dan dilanjutkan pula oleh Presiden Chun Doo
Hwan (1980-1987). Hanya satu tahun, 1960-1961, pada jaman second
republic dari pemerintahan Chang Myon demokrasi dicoba ditegakkan,
tetapi gagal dan digagalkan oleh kudeta militer. Dan terakhir pada jaman
pemerintahan Roh Tae Woo kita melihat upaya ke arah pemerintahan yang
demokratis ditumbuhkan. Inilah jaman transisional. Pada jaman inilah
kita melihat penolakan yang semakin kuat dari rakyat Korea Selatan
terhadap pemerintahan otoriter. Bersamaan dengan itu penerimaan terhadap
demokrasi semakin menguat apalagi karena Korea Selatan sudah semakin
mapan secara ekonomi sebagai macan Asia yang baru bersama Singapore,
Hongkong, dan Taiwan (NIC’s).
Akan tetapi demokratisasi itu tidak
gampang. Ada banyak faktor yang menghambat demokratisasi itu seperti
sentralisasi pemerintahan yang rapi dan hampir tak berkembangnya
pluralisme; pembangunan ekonomi politik yang tidak merata; melembaganya
nilai-nilai sosial yang otoriter; polarisasi ideologi antara
authoritanism dengan demokrasi pada satu pihak, dan antara aliran kiri
dan kanan di pihak lainnya; serta adanya persoalan ancaman keamanan yang
riil yang pada dasarnya mensyaratkan kuatnya militer di segala bidang.
Tentu ada faktor-faktor lain, tetapi kesemua hal di atas telah memberi
tanah berpijak yang subur bagi keberadaan pemerintahan yang otoriter.
Pemerintahan militer di Korea Selatan telah begitu berhasil selama empat
dekade menanamkan kontrol terhadap kekuatan-kekuatan sosial yang
antipemerintahan otoriter.
Bersyukurlah bahwa pembangunan ekonomi
Korea Selatan yang cepat dan sukses telah melahirkan suatu klas menengah
yang semakin kuat yang kemudian menjadi kekuatan yang mendorong
terjadinya demokrasi. Pada dekade 1980-an klas menengah ini menjadi
semakin kuat sehingga meski mereka tidak sepenuhnya mendorong demokrasi
tetapi mereka tidak lagi mendukung pemerintahan yang otoriter. Secara
gradual pemerintahan otoriter kehilangan dukungan yang selama ini
dimilikinya, dan kejatuhannya semakin tidak terelakkan karena semakin
banyak rakyat Korea Selatan yang yakin bahwa demokrasi dan demokratisasi
adalah ”paspor” emas untuk masuk dalam perkumpulan negara-negara maju.
Menurut Sung Joo Han, ada beberapa faktor
yang menjadi faktor penentu terjadinya demokratisasi di Korea Selatan.
Antara lain adalah berhasilnya sosialisasi demokrasi di kalangan
masyarakat; bertumbuhnya klas menengah yang orientasinya pada demokrasi;
semakin mahalnya ongkos represi di tengah tuntutan akan demokrasi;
munculnya kemauan politik rakyat untuk diakui dan diterima oleh
komunitas dunia sebagai negara demokratis, status yang semakin penting
bagi kelanjutan pertumbuhan ekonomi, dan adanya pengaruh dan tekanan
eksternal terutama dari Amerika Serikat agar pemerintahan demokratis
ditumbuhkan. Kesemua faktor di atas secara kumulatif telah mempercepat
terjadinyademokratisasi di Korea Selatan.
0 komentar:
Posting Komentar