Sabtu, 14 Maret 2015

Ideologi Korea Selatan

Ideologi Korea Selatan


Ideologi yang dipakai di Korea Selatan adalah Demokrasi dengan ciri-ciri sebagai berikut :
  • Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
  • Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
  • Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
  • Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai hal yang cenderung disalahgunakan, dan karena itu, sejauh mungkin dibatasi.
  • Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian besar individu berbahagia. Walau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal. Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat atau rezim diukur dari seberapa tinggi indivivu berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya.
Sejarah Korea Selatan membuktikan bahwa pemerintahan yang otoriter itu mempunyai banyak faktor pendukung, secara internal maupun eksternal. Dominasi yang kokoh dari militer serta hasrat untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi pada akhirnya memaksa rakyat memahami dan menerima pemerintahan yang otoriter. Apalagi secara eksternal Korea Selatan dihadapkan pada bahaya agresi dari Korea Utara dan Cina, sehingga untuk waktu hampir 40 tahun pemerintahan Korea Selatan yang otoriter sepertinya memperoleh legitimasi walaupun hal itu bisa disebut sebagai legitimation by default (Han, 1990).
Penelusuran kita akan sejarah kontemporer Korea Selatan menunjukkan bahwa sejak 1948 di bawah pemerintah Presiden Sygman Rhee (first republic) karakteristik pemerintahan yang otoriter itu begitu menonjol, dan ini diteruskan oleh pemerintahan Presiden Park Chung Hee tahapan kedua yang konon melakukan reformasi tetapi ternyata tetap otoriter (1973- 1979), dan dilanjutkan pula oleh Presiden Chun Doo Hwan (1980-1987). Hanya satu tahun, 1960-1961, pada jaman second republic dari pemerintahan Chang Myon demokrasi dicoba ditegakkan, tetapi gagal dan digagalkan oleh kudeta militer. Dan terakhir pada jaman pemerintahan Roh Tae Woo kita melihat upaya ke arah pemerintahan yang demokratis ditumbuhkan. Inilah jaman transisional. Pada jaman inilah kita melihat penolakan yang semakin kuat dari rakyat Korea Selatan terhadap pemerintahan otoriter. Bersamaan dengan itu penerimaan terhadap demokrasi semakin menguat apalagi karena Korea Selatan sudah semakin mapan secara ekonomi sebagai macan Asia yang baru bersama Singapore, Hongkong, dan Taiwan (NIC’s).
Akan tetapi demokratisasi itu tidak gampang. Ada banyak faktor yang menghambat demokratisasi itu seperti sentralisasi pemerintahan yang rapi dan hampir tak berkembangnya pluralisme; pembangunan ekonomi politik yang tidak merata; melembaganya nilai-nilai sosial yang otoriter; polarisasi ideologi antara authoritanism dengan demokrasi pada satu pihak, dan antara aliran kiri dan kanan di pihak lainnya; serta adanya persoalan ancaman keamanan yang riil yang pada dasarnya mensyaratkan kuatnya militer di segala bidang. Tentu ada faktor-faktor lain, tetapi kesemua hal di atas telah memberi tanah berpijak yang subur bagi keberadaan pemerintahan yang otoriter. Pemerintahan militer di Korea Selatan telah begitu berhasil selama empat dekade menanamkan kontrol terhadap kekuatan-kekuatan sosial yang antipemerintahan otoriter.
Bersyukurlah bahwa pembangunan ekonomi Korea Selatan yang cepat dan sukses telah melahirkan suatu klas menengah yang semakin kuat yang kemudian menjadi kekuatan yang mendorong terjadinya demokrasi. Pada dekade 1980-an klas menengah ini menjadi semakin kuat sehingga meski mereka tidak sepenuhnya mendorong demokrasi tetapi mereka tidak lagi mendukung pemerintahan yang otoriter. Secara gradual pemerintahan otoriter kehilangan dukungan yang selama ini dimilikinya, dan kejatuhannya semakin tidak terelakkan karena semakin banyak rakyat Korea Selatan yang yakin bahwa demokrasi dan demokratisasi adalah ”paspor” emas untuk masuk dalam perkumpulan negara-negara maju.
Menurut Sung Joo Han, ada beberapa faktor yang menjadi faktor penentu terjadinya demokratisasi di Korea Selatan. Antara lain adalah berhasilnya sosialisasi demokrasi di kalangan masyarakat; bertumbuhnya klas menengah yang orientasinya pada demokrasi; semakin mahalnya ongkos represi di tengah tuntutan akan demokrasi; munculnya kemauan politik rakyat untuk diakui dan diterima oleh komunitas dunia sebagai negara demokratis, status yang semakin penting bagi kelanjutan pertumbuhan ekonomi, dan adanya pengaruh dan tekanan eksternal terutama dari Amerika Serikat agar pemerintahan demokratis ditumbuhkan. Kesemua faktor di atas secara kumulatif telah mempercepat terjadinyademokratisasi di Korea Selatan.

0 komentar:

Posting Komentar