Rabu, 18 Maret 2015

Berbagai ancaman dari Korea Utara menghadirkan tantangan yang rumit

Berbagai ancaman dari Korea Utara menghadirkan tantangan yang rumit

Ancaman militer: Media Korea Utara seringkali menampilkan pemimpin Kim Jong-un sebagai pemimpin militer bangsa tersebut ketika sang pemimpin meningkatkan berbagai ancaman terhadap Amerika Serikat dan Korea Selatan. [AFP/KCNA via KNS]
Ancaman militer: Media Korea Utara seringkali menampilkan pemimpin Kim Jong-un sebagai pemimpin militer bangsa tersebut ketika sang pemimpin meningkatkan berbagai ancaman terhadap Amerika Serikat dan Korea Selatan. [AFP/KCNA via KNS]
Pertama, kabar baiknya: Dari semua retorika ancaman berkepanjangan yang dilemparkan Korea Utara ke Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan, Korea Utara belum melakukan tindakan apapun untuk melakukan serangan terhadap para tetangganya..
Sekarang kabar buruknya: Kemungkinan bahwa keinginan Korea Utara tidak dapat dikesampingkan.
Suatu tajuk berita di situs web Atlantic Magazine pada tanggal 21 Maret merangkum reaksi berbagai analis terhadap ancaman terkini penghancuran nuklir yang muncul dari pemerintahan Kim Jong-un di Pyongyang. Bunyinya adalah, “Hari ini Korea Utara mengancam akan meledakkan apa?"
“Tampaknya sekarang tiap hari Korea Utara mengeluarkan suatu ancaman, peringatan, tuduhan, atau berbagai jenis pesan yang siap dilancarkan tentang 'kobaran api keadilan' yang akan ditembakkan kepada siapa pun yang berurusan dengan mereka. Target potensial hari ini: Guam dan Jepang,” demikian tulis Dashiell Bennett.
Dalam ancaman terkini Korea Utara, Kim Yong-chul sebagai juru bicara bagi Komandan Tertinggi Tentara Rakyat Korea memperingatkan: "Amerika Serikat sebaiknya tidak lupa bahwa ... pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Jepang dan Okinawa berada dalam jarak serangan.
“Sekarang setelah Amerika mulai mengangkat masalah pemerasan dan ancaman nuklir, DPRK [Republik Rakyat Demokratik Korea atau Korea Utara], juga akan bergerak guna melakukan tindakan militer yang sesuai.”
Ancaman tersebut juga dilaporkan dalam artikel kantor berita resmi Korean Central News Agency [KCNA] dari Pyongyang yang berjudul “Kim Jong-un memandu latihan serangan udara, berupa roket penangkis serangan udara berpenggerak sendirii.”
Guam merupakan pangkalan angkatan laut dan udara besar Amerika Serikat. Jepang merupakan sekutu dekat.
Jangkauan misil: Misil Korea Utara memiliki perkiraan jangkauan 1.000 kilometer hingga 6.000 kilometer. Gambar ini menunjukkan tempat-tempat yang akan menjadi serangan misil  jika Korea Utara melancarkan serangan. [Staf APDForum]
Jangkauan misil: Misil Korea Utara memiliki perkiraan jangkauan 1.000 kilometer hingga 6.000 kilometer. Gambar ini menunjukkan tempat-tempat yang akan menjadi serangan misil jika Korea Utara melancarkan serangan. [Staf APDForum]
Beberapa pola jelas telah muncul dalam gelombang ancaman nuklir Korea Utara terhadap Amerika Serikat dan para sekutunya di Asia timur laut.
Ancaman yang tak pernah ada sebelumnya
Pertama-tama, sifat eksplisit dan tingkat retorikanya tak pernah ada sebelumnya.
Tidak ada satu pun dari para pemimpin Korea Utara sebelumnya, bapak pendiri Kim Il-sung dan anak laki-lakinya, Kim Jong-il, kakek dan ayah dari pemimpin saat ini, pernah melangkah demikian jauh, begitu konsisten dalam jangka panjang mengekspresikan ancaman sedemikian selama hampir enam dekade diplomasi publik mereka setelah berakhirnya Perang Korea pada tahun 1953.
Kedua, Kim Jong-un memiliki, atau berpikir bahwa dia memiliki, suatu kemampuan nuklir dan misil balistik yang tidak pernah ada sebelumnya, yang dapat digunakan untuk menyokong ancamannya dan juga potensi untuk mewujudkannya. Baik ayah maupun kakeknya tidak berhasil menguji senjata nuklir atau sistem misil balistik antar benua untuk membawa senjata nuklir tersebut.
Tampaknya Kim Jong-un menyadari kekuatan potensialnya, berkat keberhasilan peluncuran misil balistik multi tahap antar benua pada bulan Desember, dan uji nuklir bawah tanah pada bulan Februari.
Sebuah laporan KCNA dari Pyongyang tanggal 22 Maret menunjukkan bahwa Kim Jong-un merasa yakin, bahwa kepemilikan senjata nuklir dan sistem peluncurannya telah membuat Korea Utara yang kecil menjadi tak terkalahkan.
“Ketika latihan berubah menjadi peperangan, para musuh akan dipaksa menenggak kepahitan, tak mampu menegakkan kepala, di wajah pukulan aksi perlawanan dari tentara Paektusan revolusioner yang perkasa,” KCNA mengutip Kim.
“Dia mengatakan bahwa ketika para musuh, yang tidak menyadari keperkasaan luar biasa dari KPA [Tentara Rakyat Korea] melakukan sedikit saja gerakan, dia akan memerintahkan bukan hanya penghancuran terhadap instalasi militer dan berbagai institusi penguasa boneka dalam panggung operasi reaktif Korea Selatan, namun juga berbagai fasilitas terkait negara-negara yang membantu gerakan perang Amerika untuk menginvasi DPRK, serta berbagai pangkalan militer kekuatan agresi imperialis Amerika Serikat dalam teater operasi Pasifik," demikian tulis KCNA.
Kim Jong-un juga melangkah jauh dan menekankan bahwa komentarnya sebaiknya tidak dianggap hanya sebagai retorika kosong. "Dia melanjutkan bahwa telah hilang saat[nya] hanya menyatakan kata-kata, dan menekankan pentingnya menghancurkan musuh tanpa ampun sehingga tak ada satu manusia pun yang selamat guna menandatangani dokumen penyerahan diri ketika pertempuran dimulai,” KCNA melaporkan..
Analis David Santoro menyebutkan dalam artikel online Asia Times pada tanggal 3 Maret, bahwa tingkat keyakinan dan kegegabahan baru dari pemimpin muda Korea Utara yang masih belum berpengalaman tersebut dapat meningkatkan bahaya pecahnya perang.
“Ketika kemampuan nuklir dan misil mereka meningkat, terdapat risiko bahwa Pyongyang akan merasa sangat yakin bahwa mereka dapat meluncurkan serangan tingkat rendah dan mengendalikan eskalasinya," tulis Santoro. "Ini mengkhawatirkan karena pengendalian eskalasi tidak pernah bisa dijamin dan selalu terdapat kemungkinan terjadinya salah pengertian, salah perhitungan, dan kesalahan.”
Ketiga, tampaknya Kim Jong-un mengendalikan Korea Utara. Ini berarti bahwa jika dia mengeluarkan perintah tergesa-gesa atau tidak bertanggung jawab, kemungkinan besar ini akan dipatuhi.
Media negara yang dikendalikan secara ketat oleh Korea Utara terus menampilkan Kim Jong-un di berbagai latihan militer atau uji senjata dan pamerannya.
Kim muda juga tampak menikmati kejayaan, drama, dan sorotan sebagai komandan militer tertinggi negaranya yang terdiri dari 24,5 juta jiwa.
Terdapat asumsi budaya yang menyebar luas di antara para analis Barat, bahwa ancaman berlebihan yang dilontarkan oleh para pemimpin totaliter dari negara terisolasi atau berkembang, seringkali merupakan ancaman kosong.Para pemimpin tersebut mengekspresikan hal tersebut hanya guna memperoleh efek publik dan secara konsisten bersikap lebih bertanggung jawab dalam lingkup pribadi dan dalam pengambilan keputusan akhir, dibandingkan dengan penampakan mereka dalam pernyataan publik.
Namun catatan sejarah dunia modern menunjukkan bahwa hal ini tidak selalu berlaku.
Kombinasi pemimpin yang relatif muda dan masih belum berpengalaman bersama dengan kekuatan militer yang lebih besar dari pada para pendahulunya, dapat memicu tindakan tidak bertanggung jawab dan menyebabkan timbulnya kekerasan yang serius.
Dan yang terakhir, namun penting, dapat diargumentasikan bahwa dari sudut pandang Korea Utara, setiap peningkatan retorika hanyalah merupakan respons dari suatu tindakan agresif baru yang tampak seolah ditujukan kepada mereka.
ICBM, uji nuklir memprovokasi para negara tetangga
Bahkan, misil balistik antar benua Korea Utara [ICBM] dan pengujian nuklir telah memprovokasi peningkatan perlawanan dalam sanksi ekonomi dan dalam gelombang kecaman dari masyarakat internasional, karena Pyongyang telah diberi peringatan di muka mengenai apa yang dapat terjadi. Namun pemimpinnya yang masih belum berpengalaman memilih untuk menginterpretasikan berbagai respons ini sebagai tindakan baru terhadap negaranya, yang pada akhirnya membenarkannya mengeluarkan ancaman baru yang lebih ekstrem lagi.
Dengan cara yang sama, beberapa ancaman terbaru Korea Utara telah dilontarkan sebagai respons terhadap latihan militer terbaru Amerika Serikat dan Korea Selatan. Ancaman untuk menggunakan senjata nuklir terhadap Guam dan Jepang tiba setelah Angkatan Udara Amerika Serikat menggunakan pengebom strategis B-52 sebagai bagian dari gelombang latihan militer terbarunya bersama Korea Selatan.
Kim Jong-un tampak menyingkapkan perannya sebagai panglima perang dengan setiap tindakannya yang bermaksud menarik perhatian seluruh dunia. Para pengamat menyatakan bahwa hal ini berpotensi mengkhawatirkan ketika negara tersebut memiliki kemampuan senjata nuklir aktual atau potensial.
Konsep dari diplomasi yang diperpanjang [ED] telah berhasil selama hampir 60 tahun dalam menghalangi para generasi penerus kepemimpinan Korea Utara dan memelihara Perdamaian di Asia Timur Laut, ungkap Sanatoro dalam analisisnya di Asia Times.
“Namun kabar baiknya adalah …ED berhasil. Walaupun batasannya sedang diuji, ini masih dapat menghalangi konflik besar yang menantang kepentingan vital dari para sekutu A.S,” tulisnya.
Namun ED sekarang sedang diuji ketahanannya terhadap seorang pemimpin baru yang muda, mudah berubah, serta tidak dapat diduga, yang mungkin memiliki senjata nuklir, pertama kali dalam sejarah negaranya.

Hal ini menghadirkan tantangan baru yang rumit untuk memelihara perdamaian.

0 komentar:

Posting Komentar